Selasa, 27 September 2011

Petualangan ke PULAU BURUNG


 Petualangan ke PULAU BURUNG
Oleh : Endarto, S.Pd

Pagi itu jam menunjukkan pukul 08.30 ketika kami mengawali perjalanan, setelah melewati kecamatan Kasemen sebelum jembatan dekat Istana Kaibon kami belok ke kanan menyeberangi rel kereta. Selanjutnya kami menyusuri jalan beraspal sepanjang kurang lebih 5 kilometer, kadang -kadang kami terjebak ke dalam lubang segede- gede kubangan gajah yang  sudah tidak bisa dihindari lagi, maklum kerusakannya begitu parah.

Sesampainya di Desa Sawah Luhur kemudian belok kiri menyusuri pematang tambak kurang lebih 3 kilometer dari jalan utama. Perjalanan di kawasan ini harus lebih hati-hati, kita harus pandai-pandai mengarahkan motor kita karena kalau tidak kita akan oleng dan byuuur.......masuk ke dalam tambak. Di lokasi ini terdapat tambak yang sangat luas dan jalannya hanya setapak diantara tambak-tambak yang ada. Mobil tidak dapat melewati jalan ini, motorpun kalau lagi hujan juga tidak bisa, karena jalannya tanah yang kalau lagi hujan licin dan berlumpur.

Dari kejauhan nampaklah rimbunan pohon-pohon mangrove yang cukup luas. Setelah salah jalan  beberapa kali, maklum tidak ada petunjuk jalan disini, kamipun sampai di tujuan. Benar..... kawasan ini memang zona burung karena beberapa puluh meter dari pulau kedatangan kami disambut oleh beberapa burung putih yang terbang rendah kesana –kemari mencari makan di areal tambak.

Sesampainya di pintu gerbang pulau kami disambut dengan akrab oleh Pak Madsahi (60), petugas Jagawana yang telah menjaga kawasan ini selama puluhan tahun. Dari pria ini meluncurlah banyak informasi tentang pulau burung dan aturan – aturan yang boleh dan tidak boleh dilakukan di kawasan ini. Dari penuturan dan raut wajahnya kelihatan bahwa bapak ini sangat konsen terhadap kelestarian pulau ini. Dia juga bercerita bahwa tantangan utamanya adalah menjaga pulau ini dari para pemburu burung maupun dari pencurian kayu.

Setelah menitipkan motor kamipun mulai memasuki kawasan. Pertama kali kami begitu terkagum akan pepohonan mangrove yang ada di sini ; rimbun... rapat dan nampak terjaga. Semula pulau ini terpisah dari daratan Jawa tetapi karena proses sedimentasi akhirnya Pulau ini nyambung dengan pulau Jawa. Karena bekas laut maka untuk masuki pulau utama  jalanya sangat becek sehingga kami harus melepas sepatu dan melipat celana panjang.

Disini tangan kita tidak bisa tinggal diam karena puluhan nyamuk yang super gede terus menyerbu kami sehingga jurus- jurus silat yang sudah lama tidak kami praktekan terpaksa kami pakai lagi untuk melawan mereka. Setelah sampai di jalan kering terdengarlah kicauan ribuan burung yang bertengger maupun terbang diantara pepohonan yang begitu lebat. Kehadiran kami tidak begitu di ketahui oleh mereka yang kadang-kadang berkelebat diatas kami. Sesekali kami dikejutkan oleh biawak yang tiba-tiba melintas di depan kami, semula kami juga ketakutan karena dikiranya ular, tetapi setelah kami amati ternyata adalah biawak yang konon suka memakan telur ataupun anak burung.

Perjalanan kami lanjutkan ke bagian utara pulau. Di sini kami temukan adanya sedikit abrasi yang kalau dibiarkan akan terus melebar. Kemudian dibagian tengah, di dekat pohon terbesar di pulau ini, setinggi kurang lebih 30 meter, ada rumah jaga yang sudah rusak berat plus tulisan vandalisme di sana- sini. Di dekatnya ada  menara setinggi 20 meter yang juga sudah rusak berat sehingga tidak bisa di fungsikan lagi. Sedangkan di bagian barat pulau terdapat pintu masuk dari laut yang harusnya ada penjaga di bagian ini, kalau tidak orang akan mudah untuk mencuri burung lewat laut melalui pintu ini. Dari bagian barat ini kita dapat melihat Teluk Banten, Pelabuhan Karangantu sampai Kawasan Bojonegara dengan leluasa.

Yaa....Pulau Burung atau nama sebenarnya Pulau Dua ini memang punya daya tarik tersendiri. Di sebut Pulau Dua karena kurang lebih 250 meter di sebelah timurnya terdapat pulau kecil yang juga sudah menyambung dengan daratan Jawa yang di kenal dengan Pulau Satu (2,5 ha). Pulau ini oleh Pemerintah Hindia Belanda ditetapkan sebagai Cagar Alam pada tahun 1931 dan pada tahun 1937 ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa seluas 8 ha. Pada waktu itu pulau ini dipisahkan dari Pulau Jawa oleh sebuah selat selebar 500 meter, tetapi akibat pendangkalan  sejak 1978 pulau ini menyatu dengan pulau Jawa. Selanjutnya pada tahun 1984 dengan SK Menteri Kehutanan No.253/Kpts-II/1984 ditetapkan bahwa areal Cagar Alam ini luasnya bertambah menjadi 30 hektar termasuk Pulau Satu.

Pulau Burung merupakan satu diantara dua lokasi penting disamping Pulau Rambut di Teluk Jakarta sebagai tempat tinggal dan berbiaknya puluhan ribu burung terutama burung air. Disini ada 108 jenis burung dimana 57 diantaranya adalah burung air. Berdasarkan Penelitian Teluk Banten Programme-Waterbird Research tahun 1996-2001, ada sekitar 10 jenis burung  utama yang berbiak disini diantaranya adalah Cangak merah, Kuntul, Bangau, Blekok, Kowak maling, Roko-Roko, Pecuk Padi dan lainnya.

Tetapi sayang, berdasarkan penelitian terakhir diketahui bahwa sebagian burung Pulau Dua telah berpindah ke Pulau Pamujan Besar yang terletak beberapa mil dari Pulau Dua sehingga terjadi penurunan populasi di tempat ini. Hal ini terutama disebabkan oleh semakin banyaknya wisatawan yang datang ke sini sehingga kehadiran mereka mengganggu kenyamanan burung-burung tersebut.

Berdasarkan hukum, cagar alam ini harus dibatasi dari kunjungan manusia kecuali untuk penelitian, itupun harus dilakukan sedemikian rupa agar tidak mengganggu. Karena itu para ahli merekomendasikan agar pulau ini tidak dijadikan sebagai tujuan wisata komersaial. Atau terpaksanya hanya sebagai Wisata Alam Terbatas yaitu dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
-          Mengarahkan pengunjung untuk tidak memasuki kawasan burung berbiak.
-          Diterapkan sistem buka tutup dimana pengunjung dengan jumlah terbatas hanya boleh memasuki Pulau Dua pada saat mereka tidak sedang berbiak, sedangkan pada saat berbiak mereka tidak boleh masuk.
-          Menjadikan Pulau Satu sebagai mintakat penyangga. Dimana pintu masuk ke kawasan ini berada di Pulau Satu dan segala aktivitas wisata berada di sini.
-          Menutup jalan utama masuk ke Pulau Dua dengan menggali selokan agar pengunjung tidak bebas masuk. Jalan masuk disatukan melalui Pos Jaga di Pulau Satu.
-          Di Pulau satu dibangun menara yang tertutup agar tidak terlihat burung, hanya ada jendela kecil untuk lubang pengamatan dimana disini disediakan monokuler atau binokuler (teropong) ke arah pulau dua sebagai alat bantu.
-          Pos jaga dibangun di Pulau Satu dengan fungsi ganda yaitu sebagai Pos Pengamanan dan tempat penyuluhan bagi wisatawan
(Sumber Data : Paparan Nilai Penting Cagar Alam Pulau Dua, Teluk Banten sebagai Kawasan Berbiak Burung Air, Seri Selamatkan Lingkungan Teluk Banten 4, Oleh Yus Rusila Noor : 2004)

Itulah cagar alam Pulau Burung yang merupakan aset yang harus kita jaga keberadaanya. Untuk mempertahankanya diperlukan peran serta semua pihak agar ekosistemnya tetap terjaga sedemikian rupa sehingga burung-burung tetap betah disana dan alam kita tetap terjaga sepanjang masa.

Sekitar pukul 12.30  kami bermaksud untuk pulang, setelah meninggalkan Pos Jaga kami berusaha keluar dari sisi timur ke arah Pulau Satu. Wah..... disini kami dibuat terpesona, bagai menemukan oase di padang pasir. Sungguh.....indah sekali.....pantai pasir putih terhampar di hadapan kami, memanjang sepanjang 250 meter  diantara Pulau Dua sampai Pulau Satu dengan latar belakang pepohonan mangrove yang menghijau  dibibir pulau. Tapi sayang air laut disini kotor berlumpur sehingga mengurangi keindahan pantai yang begitu menakjubkan yang belum banyak diketahui orang ini. Akhirnya kamipun berhasil keluar dari kawasan ini, walaupun badan bentol-bentol karena nyamuk, kaki belepotan, panas dan lelah....tetapi kami sungguh puas dengan pengalaman ini. Dengan langkah gontai kami melangkah keluar dengan satu harapan......SEMOGA TETAP LESTARI. (Endarto/Bina Program-2004)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda