Selasa, 27 September 2011

KESEJAHTERAAN NELAYAN SEBAGAI TOLOK UKUR KEBERHASILAN PEMBANGUNAN KELAUTAN


KESEJAHTERAAN NELAYAN SEBAGAI TOLOK UKUR KEBERHASILAN PEMBANGUNAN KELAUTAN
Oleh : Endarto,S.Pd


Bila kita pergi ke pantai, ke perkampungan nelayan khususnya, batin kita seakan terkoyak. Kumuh, bau dan jorok, tiga kata yang selalu lekat dan tak terpisahkan untuk menggambarkan keadaan mereka. Bagaimana mungkin negeri yang sebagian besar wilayahnya adalah laut ini dengan kekayaan ikan yang begitu melimpah dan bisa diambil secara gratis setiap saat nelayannya selama puluhan tahun hidup dalam kemiskinan di rumah-rumah yang kumuh?

Apa yang salah dalam hal ini ? Apakah jumlah ikannya yang makin sedikit, jumlah nelayannya yang makin banyak, gaya hidup mereka yang boros, biaya operasional melaut yang tinggi, banyaknya pencuri ikan dari luar negeri, teknologi tangkap yang ketinggalan atau juga pemerintah yang kurang memperhatikan nasib mereka? Atau mungkin sudah dianggarkan tapi tak sampai sasaran? Ataukah juga mereka kesulitaan dalam pemasaran hasil tangkapan? Mungkin masih banyak lagi analisa yang bisa dikemukakan disini.

Yang jelas sampai saat ini kehidupan nelayan di hampir seluruh pelosok  negeri yang dijuluki ”rangkaian zamrud katulistiwa” ini masih sangat memprihatinkan. Bolehlah kita beralasan: ”Kan Kementerian Kelautan dan Perikanan ada baru tahun 1999 pada masa Gus Dur?, jadi butuh waktu dong untuk memperbaiki kehidupan mereka”. Tetapi bukankah negara ini sudah ada sejak tahun 1945? Masak mereka tidak pernah diperhatikan, dan selama itu pula bukankah bidang kelautan dan perikanan selalu dicakup dalam departemen tertentu khususnya Departemen Pertanian? Tetapi mengapa mereka belum sejahtera-sejahtera juga ya ?

Seharusnya dengan kekayaan laut yang begitu melimpah ini mereka sudah hidup berkecukupan sejak puluhan tahun yang lalu. Sudah begitu, laporan mengenai pencurian ikan oleh orang asing seolah hanya menjadi kebanggaan kita ketika kita diluar kepala bisa menyebutkan bahwa pencurian ikan terjadi sekian kali dalam sekian waktu dengan jumlah ikan tercuri sekian ton dan kerugian negara sekian miliar dolar. Selanjutnya kita dengan lancar pula bisa bercerita kalau dinegara anu, anu dan anu yang lautnya cuma seanu nelayannya makmur dan kelautannya maju. Tolonglah para ahli yang sudah sekolah dan berkunjung ke luar negeri, jangan cuma bisa bercerita, tetapi dengan kedudukan dan kekuasaan yang sudah ditangan itu berbuatlah yang nyata untuk mereka dan ubahlah keadaanya menjadi seperti yang anda lihat di luar negeri sono. Kalau anda bisa begitu itu baru ahli namanya, sebab kalau hanya bercerita, semua orang juga bisa. Maaf, ini bukan meremehkan para ahli kelautan kita, bagaimanapun kehadiran mereka sangat kita butuhkan, ini hanyalah merupakan ungkapan kejengkelan dari pertanyaaan-pertanyaan yang tak terjawab selama ini dan harapan kepada beliau-beliau ini agar berbuat lebih besar.
Harga lobster, udang, tuna, kerapu, ikan hias dan ikan-ikan kita yang lain begitu tinggi dan kekayaan lain yang terkandung di laut begitu banyak dan beraneka ragam. Seharusnya kalau boleh kita menghayal nelayan kita sudah hidup cukup ; rumah bagus, kendaraan ada, makan tak kekurangan, pendidikan anak terpenuhi, pakaian lebih dari pantas serta lingkungan yang sehat dan bersih. Begitulah idealnya dan seharusnya, karena alam kita kaya dan kita sudah puluhan tahun merdeka.

Barangkali sebagian dari kita bahkan sudah pesimis untuk merubah nasib nelayan kita, sepertinya sudah tidak ada harapan lagi bagi nelayan  kita untuk memiliki harapan hidup yang lebih baik . Barangkali ini sudah suratan bagi nelayan di tanah air bahwa garis hidup mereka selalu dalam kemiskinan dan keterbelakangan, dan seolah–olah nasib mereka hanya akan selalu dan sekedar menjadi bahan diskusi yang menarik dari seminar ke seminar tanpa pernah ada solusi dan gerakan pengentasan yang nyata. Tapi benarkah sudah tidak ada jalan sama sekali dan betulkah kehidupan mereka sudah benar-benar tidak bisa di ubah sama sekali menjadi lebih baik ?

Jawabannya masih ada jalan dan masih sangat mungkin untuk diubah. Berikut ini adalah bukti nyatanya : Di Jawa Tengah ada sebuah desa nelayan bernama Bendar. Desa ini terletak di pantai utara Jawa tepatnya di Kecamatan Juwana ,Kabupaten Pati. Apa istimewanya desa ini sampai membuat mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Dr. Rokhmin Dahuri terkesima ? Ini dia jawabnya :  Desa penghasil bandeng presto ini memang beda ; Lingkungannya bersih, tidak kumuh dan bahkan bau amis menyengat  khas kampung nelayan tak tercium disini. Yang lebih hebat lagi mereka sangat sejahtera ; jalan mulus, rumah permanen bahkan banyak yang ber-AC, beberapa diantaranya berlantai dua dan mewah plus kendaraan roda empat di garasi.  Mereka juga memiliki kapal dari yang tradisional sampai yang dilengkapi alat navigasi canggih semacam fishfinder. Bahkan ada nelayan yang memiliki dua hingga tiga kapal. Bisa dibayangkan tingkat kemakmurannya kalau satu kapal berharga ratusan juta sampai miliaran rupiah.

Gambaran kesejahteraan nelayan ini ternyata tak hanya di desa Bendar saja, di desa-desa sekitarnya juga demikian. Hal ini tak lepas dari keberadaan koperasi nelayan ”SARONO MINO” yang didirikan sejak 1978 yang menampung hasil tangkapan nelayan. Koperasi ini sudah memiliki dua TPI dan dermaga sendiri. Koperasi ini juga memiliki sarana tempat pengisian bahan bakar, bengkel kapal, instalasi air bersih dan listrik, tempat pengolahan ikan, pabrik es, dan sekarang sedang mengusahakan pembuatan cold storage untuk menyimpan hasil tangkapan untuk dijual disaat paceklik. Disamping itu Sarono Mino bahkan punya saham di beberapa perusahaan.
Sampai 31 Desember 2003 koperasi Sarono Mino memiliki 5.530 anggota dengan omzet Rp 8,2 miliar, pendapatan sebesar Rp 1,43 miliar dan SHU sebesar Rp 53,231 juta.Bahkan mereka menyisihkan Rp 598,4 juta pertahun untuk dana  sosial bagi anggota dan keluarganya yang sakit atau kecelakaan laut.
Hasil tangkapan ikan nelayan dikirim ke berbagai daerah bahkan diekspor ke Cina, AS, Hongkong, Singapura dan Taiwan. Selain itu banyak yang diolah seperti diasinkan, dipindang, dipanggang, dan dipresto. Bahkan presto dari sini mendominasi pasar di Semarang.

Bagaimana mereka bisa tampil begitu berbeda dengan nelayan Indonesia pada umumnya? Menurut Wahono, seorang pemuka masyarakat setempat, masyarakat Juwana tidak terpengaruh budaya negatif seperti judi, mabuk, berzina dan hobi kawin . Disini ada peraturan bersama yang ketat agar kehidupan mereka lebih tertib dan sejahtera.(Sumber : Buletin Mina Bahari, milik DKP Pusat)

Itulah gambaran singkat tentang kesejahteraan nelayan Juwana sampai Dr.Rokhmin Dahuri berinisiatif menjadikan kecamatan ini sebagai percontohan nelayan nasional. Dari gambaran di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sangat mungkin untuk mengubah kehidupan nelayan kita menjadi lebih sejahtera bahkan sangat sejahtera. Tidak ada alasan lagi untuk mengatakan ”tidak bisa” karena sudah ada contoh nyata disini. Terus bagaimana caranya agar nelayan lain bisa sesejahtera nelayan Juwana? Menurut Pak Rokhmin ada tiga hal yang menjadi kunci sukses mereka : Pertama, adanya semangat juang para nelayan yang tinggi. Kedua, adanya koperasi yang dikelola dan berjalan dengan baik. Dan Ketiga, para nelayan telah memiliki kapal sendiri. Barangkali perlu ditambahkan satu hal lagi disini yaitu bahwa; Mereka dapat menghindari kebiasaan buruk seperti mabuk,judi,zina dan hobi kawin yang dapat menyebabkan pemborosan sehingga para nelayan tidak mengalami kemajuan dalam hidupnya.

Demikianlah sekelumit tulisan yang ingin saya sampaikan disini, kita berharap bahwa dari sini kita sebagai dinas yang mengurusi bidang kelautan termasuk nelayan didalamnya, memiliki optimisme yang kuat bahwa mereka bisa sejahtera. Dan semua itu tergantung dari kemauan para nelayan dan inisiatif kita sebagai instansi yang membawahinya. Kalau kita bisa mengusahakan peningkatan kesejahteraan mereka berarti keberadaan kita akan diakui oleh masyarakat, akan tetapi kalau kita tidak bisa berbuat apa-apa maka keberadaan Dinas atau Departemen Kelautan dan Perikanan akan dipertanyakan, karena tingkat kesejahteraan nelayan merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan khususnya disektor kelautan. (Endarto/Bina Program-2004)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda