Senin, 27 Juni 2011

DINASTI POLITIK
Oleh : Endarto, S.Pd (Widyaiswara Badan Diklat Provinsi Banten)
Dinasti politik sesungguhnya hanya terjadi di suatu negara yang bentuknya adalah kerajaan. Intinya adalah bahwa kekuasaan diserahterimakan secara turun-temurun dalam keluarga inti kerajaan sendiri. Kita bisa lihat seperti di Keraton Yogyakarta yang sampai sekarang sudah sampai Hamengkubuwono X. Hal serupa juga terjadi di Kraton Solo, Puro Pakualaman Yogyakarta, Kasunanan Solo dan Kerajaan-kerajaan lain yang masih ada di nusantara walaupun kekuasaannya sudah tidak seluas dahulu.
Di luar negeri juga terjadi demikian seperti di Jepang dari Kaisar Hirohito, Akihito dan nanti akan dilanjutkan Naruhito. Di Thailand pun begitu, dalam jangka yang sangat panjang ini kekuasaan di pegang oleh Raja Bhumibol Aduljadei. Di Brunai sekarang di pimpin oleh Sultan Hasanal Bolkiah. Di Arab Saudi ada Raja Fahd, dan dunia baratpun masih menyisakan Kerajaan Inggris Raya yang dipimpin oleh Ratu Elysabeth  yang sampai lanjut usia masih menjabat. Kita tidak tahu apakah Charles nanti akan sempat menjadi raja atau tidak. Di Belanda ada Juliana, ada pula Kerajaan Monaco di Spanyol.
Sistem dinasty di kerajaan-kerajaan tersebut telah berlangsung ratusan tahun dan itu tidak diprotes oleh rakyatnya. Karena mereka maklum memang itulah hakekat monarkhi. Bahkan di negara maju dan super modern seperti di Inggris mereka sangat bangga dan hormat terhadap keluarga kerajaan. Bahkan mereka banyak yang bermimpi menjadi Cinderella yang sangat ingin dipinang oleh Sang Pangeran Kerajaan Inggris Raya seperti yang terjadi pada Kate Middleton yang dipinang oleh Pangeran William.
Lalu bagaimana bila itu terjadi di negara dengan pemerintahan modern yang menerapkan sistem demokrasi? Tentu hal ini tidak bisa diterapkan secara otomatis dimana kepala negara dapat menyerahkan kekuasaan pada anak atau keluarganya. Walaupun itu juga sangat mungkin terjadi tetapi semuanya harus dilakukan melalui mekanisme Pemilihan Umum sebagai wahana demokrasi.
Walaupun sesungguhnya hal itu tidak etis, tetapi pada prakteknya hal itu sangat sering terjadi. Dimana walaupun bukan kerajaan kekuasaan negara hanya berputar-putar di satu keluarga.
Mungkin ada yang bilang bahwa political dynasty bukan nepotisme kalau terjadi di negara demokrasi, karena publik berhak memilih atau tidak. Namun jika kita cermati, kita akan temukan banyak ketimpangan yang akan terjadi: akan ada yang memenangkan pemilu bukan atas nama profesionalitas atau keahlian maupun ide yang dimiliki, melainkan karena menyandang nama dan memiliki ikatan darah dengan para pemimpin terdahulu, dalam istilah Indonesia disebut memiliki darah biru; jadi dalam pemilihan tersebut tidak ada objektivitas. Mungkin itu juga yang menyebabkan India melarang praktek political dynasty seperti itu, dan di AS banyak kecaman terhadap sistem politik seperti ini karena dianggap sangat bertentangan dengan demokrasi.
DI AMERIKA SERIKAT
Sebagai contoh di AS kita mengenal ada Dinasty Kennedy. Dimana adik mantan Presiden JF Kennedy, Ted Kennedy pernah juga mencalonkan diri jadi Presiden walaupun kalah, akhirnya ia menjadi anggota Senat. Setelahnya ada George Bush yang setelah digantikan Bill Clinton, anaknya George Walker Bush menjadi Presiden juga. Hal yang sama mau dilakukan oleh Bill Clinton. Istrinya, Hillary Clinton mencalonkan diri jadi Presiden dari partai Demokrat tetapi kalah dari Obama. Kini ia duduk sebagai Menteri Luar Negeri di Kabinet Obama.
DI ASIA
Di Asia praktek dinasti politik ini lebih seru dan bahkan berdarah-darah. Di India contohnya. Keluarga Jawaharlal Nehru telah mendominasi politik di India, setelah dirinya spiritnya dilanjutkan oleh putrinya Indira Gandhi yang kemudian diteruskan oleh sang putra Rajiv Gandhi, walaupun keduanya berakhir dengan tragis, tewas terbunuh. Isteri Rajiv Gandhi yang Partainya menang tidak mau duduk sebagai Perdana Menteri. Mungkin ia khawatir tragedi itu berulang, bisa juga ia merasa bahwa ia bukan asli India.
Di Pakistan tidak kalah tragis pula.  Ali Bhuto tewas dibunuh oleh Zia Ulhag. Akhirnya Zia tewas dalam kecelakaan pesawat yang diduga ada unsur sabotase. Kemudian putri Ali Bhuto yaitu Benazir Bhuto muncul sebagai Perdana Menteri. Dan pada usahanya untuk meraih kekuasaan terakhir melawan Rezim Pervez Mussaraf iapun terbunuh. Selanjutnya kekuasaan dilanjutkan oleh suaminya, Hardari.
Di Philipina juga serupa. Benigno Aquino yang mau mencalonkan diri sebagai Presiden tewas terbunuh di bandara oleh Rezim Marcos. Kemudian lewat People Power, istrinya Qory Aquino berhasil menjadi Presiden. Walupun selama ia memerintah tak sepi dari pemberontakan. Selanjutnya setelah di seling oleh Fidel Ramos, Joseph Estrada dan Arroyo, putra mereka yang masih lajang Ninoy Aquino muncul sebagai Presiden.
Terakhir di Singapura, Lee Kwan You memegang kekuasaan perdana menteri cukup lama. Setelah di seling oleh Goh Chok Tong, putranyapun, Lee Hsien Long muncul sebagai perdana menteri.
DI INDONESIA
            Sebagai bagian dari kultur Asia yang paternalistik dimana rakyatnya sangat mengagumi tokoh-tokoh besarnya pun tidak lepas dari praktek ini.
-          DINASTI SUKARNO
Sukarno telah menjadi Presiden pertama Republik ini. Ia tidak begitu saja tiba-tiba diangkat menjadi Presiden. Ia telah memulainya dengan perjuangan panjang bersama rekan-rekannya untuk merebut kemerdekaan Indonesia. Karena ulahnya itu ia telah berkali-kali di asingkan baik itu di Ende, Digul, Bengkulu sampai ke Bangka. Ia juga pernah dipenjara di Sukamiskin Bandung.
Dan sebagai hadiah dari perjuangan panjang bagi bangsanya tersebut ia menjadi tokoh paling menonjol di Indonesia saat itu. Sesaat setelah memproklamasikan kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, iapun di daulat menjadi Presiden bersama M. Hatta sebagai wakilnya.
Sebagai tokoh nasional yang banyak jasanya ia sangat dikagumi rakyatnya. Orator ulung inipun dikagumi di dunia internasional diantaranya sebagai salah satu pendiri Non Blok dan penyelenggara Konfrensi Asia Afrika juga pergaulan luasnya di kalangan jetset dunia saat itu. Pahlawan besar revolusi inipun akhirnya diangkat sebagai presiden seumur hidup walaupun berakhir dengan tragis akibat G30 S/PKI hingga akhir hayatnya yang terisolir di Wisma Yaso tahun 1970.
Sekalipun peran politik Sukarno dan keluarganya telah diberangus oleh Orde Baru, rakyat khususnya para pecintanya masih sangat mengaguminya dan berharap suatu saat keturunannya ada yang menjadi Presiden. Semula banyak yang mengharapkan hal itu pada Guntur yang saat itu sudah paling dewasa yang secara fisik dan banyak hal mirip dengan Sukarno. Tetapi rupanya entah dengan alasan apa ia tidak tertarik dengan dunia politik, bahkan ia jarang sekali atau nyaris  tidak pernah bicara di depan publik.
Rupanya sejarah berbicara lain, keinginan itu akhirnya terpenuhi dengan munculnya sosok Megawati. Sekalipun peran politiknya dibatasi, ia akhirnya muncul sebagai Ketua Umum PDI yang oleh Suharto berusaha di geser dengan memunculkan dan mengakui Suryadi sebagi Ketua Umum PDI yang sah melalui peristiwa yang berdarah-darah perebutan kantor pusat PDI tangal 27 Juli 1997 yang dikenal dengan Kudatuli. Bersamaan dengan berakhirnya rezim Orde Baru Megawati dan PDI Perjuangannya akhirnya memenangkan Pemilu pertama era Reformasi tahun 1999.
Ternyata kemenangan dalam pemilu legislatif tersebut belum mampu mengantarkannya sebagai Presiden RI. Poros Tengah memunculkan Gus Dur yang akhirnya menang dalam pemilihan di MPR. Tetapi karena mungkin memang sudah garis tangannya, Gus Dur akhirnya turun di tengah jalan pada tahun 2001 dan sebagai Wakil Presiden ia mengantikan posisinya sebagai Presiden sampai habis masa jabatannya tahun 2004.
Rupanya orang tidak menemukan sosok Sukarno yang menggelegar dan berapi-api itu pada diri Megawati. Semasa menjadi Presiden pemerintahanya pun tidak pernah sepi dari demonstrasi. Bahkan ia dianggap banyak diam dalam mengatasi berbagai persoalan, termasuk tidak bisa menjaga keutuhan wilayah RI dengan lepasnya Sipadan dan Ligitan serta tidak bisa mengatasi masalah Aceh.
Dan pada puncaknya, karena mungkin ia tidak bisa menunjukkan prestasi selama berkuasa ia yang berpasangan dengan Hasyim Muzadi  kalah pada Pilpres 2004 oleh pasangan SBY-JK. Dan kekalahannyapun terulang pada Pilpres 2009, ia yang berpasangan dengan Prabowo Subianto, bekas keluarga besar Suharto, kalah oleh pasangan SBY- Budiono. Kini orang menduga ia sedang mempersiapkan Putrinya yaitu Puan Maharani untuk menjadi penerus klan Sukarno.
-          DINASTI SUHARTO
Setelah runtuhnya Rezim Sukarno, muncullah Suharto yang dianggap berjasa menyelamatkan Indonesia dari rong-rongan PKI tahun 1965. Ia memulai kekuasaannya dengan menerapkan Trilogi Pembangunan ; Stabilitas, Pertumbuhan dan  Pemerataan. Disamping itu ia membuat rencana pembangunan yang dituangkan dalam GBHN dari Repelita I sampai VII. Karena rakyat kita mayoritas petani, ia titik beratkan pembangunan di sektor ini dengan membangun bendungan dan irigasi, pabrik pupuk dan pengangkatan ribuan penyuluh pertanian. Hasilnya tahun1984 Indonesia swasembada pangan dan mendapat penghargaan dari PBB. Di sektor lain juga berkembang baik seperti pendidikan, trasmigrasi, kesehatan, industri, olah raga, bahkan di sektor kependudukan berhasil melaksanakan program KB yang mendapat penghargaan dari PBB pula. Walaupun ia dikenal otoriter dan banyak melanggar HAM, membangun negara dengan utang, tetapi pertumbuhan ekonomi kita dianggap berhasil dengan pertumbuhan rata-rata 6,8% dan puncaknya tahun 1995 sebesar 8,1%.
Mungkin karena ia terlalu lama berkuasa, 32 tahun, maka rakyat kita sudah bosan dan muak. Dengan di picu oleh penculikan aktifis dan tragedi Trisakti yang menelan banyak korban, iapun akhirnya terjungkal tahun1998.
Ia tidak sempat menyerahkan kekuasaanya pada keluarganya. Padahal waktu itu putrinya, Mbak Tutut sudah menjadi Menteri dan salah satu ketua Golkar. Sementrara di lain pihak, menantunya Prabowo Subianto sudah Pangkostrad, nyaris KSAD. Bila ini diteruskan maka ketika pak Harto turun tahun 2003 tinggal pilih salah satu, siapa yang akan ditunjuk untuk menggantinya. Mungkin kalau tidak terjadi sesuatu tahun 2003 Tutut sudah ketua umum Golkar dan Prabowo sudah Panglima ABRI. Dan bisnis keluarga inipun sudah menggurita sehingga sangat kuat untuk melanjutkan dinasti.
Sayang semuanya berantakan dan citra keluarga Suhartopun runtuh. Setelah reformasi Tutut pernah mencalonkan diri jadi Capres lewat PKPB, sayang suaranya kecil sehingga ia gagal mendaftar sebagai Capres. Hutomo Mandala Putra, adiknya, pernah mengadu nasib mencalonkan diri menjadi Ketua Umum Golkar, sayang tidak ada pendukungnya.
Mungkin dengan memanfaatkan hasil survei Lembaga Survey Indonesia pimpinan Saeful Mujani  yang menyatakan Orde Baru khususnya Suharto lebih baik dari Era Reformasi, maka Tomi Suharto mendirikan Nasional Republik dengan harapan ia dapat maju sebagai calon Presiden dan mendapat simpati serta dukungan rakyat. Kita tunggu bagaimana selanjutnya.
-          DINASTI SBY
Mungkin hanya Sukarno, Suharto dan SBY yang dianggap presiden Indonesia yang sesungguhnya karena mereka berkuasa cukup lama, yang lain dianggap transisi saja. SBY yang kekuasannya akan berakhir tahun 2014 sudah sering dicurigai akan mencalonkan istrinya, Kristiana Herawati, atau adik iparnya yang sekarang sudah Pangkostrad yaitu Pramono Edy Wibowo. Dan kedepan, mungkin untuk 2019, ia juga dicurigai menyiapkan putra sulungnya Agus Harimurti Yudhoyono yang dikenal pintar yang juga merintis karir di militer seperti dirinya, walaupun saat ini yang aktif di partai adalah anak bungsunya Edy Baskoro Yudhoyono. Walaupun berkali-kali ia membantahnya bahwa istri dan anaknya tidak akan mencalonkan diri sebagai Capres 2014.
Memang Ibu Ani dikenal sebagai ibu negara yang banyak aktifitas termasuk mendirikan SIKIB, Mobil dan Rumah Pintar, menerbitkan beberapa buku dan seabreg aktifitas lainnya. Ia juga diduga kuat banyak membantu dan memberi masukan pada suaminya dalam mengambil berbagai kebijakan pemerintahannya. Jadi wajar ia dianggap bukan ibu negara biasa dan pantas dicalonkan sebagai capres 2014.
Tidak hanya Ibu Ani, adiknya yaitu Pramono Edy Wibowo dimana keduanya merupakan putra-putri Sarwo Edy Wibowo juga memiliki track record yang cemerlang di militer. Ia pernah menjadi ajudan Megawati, Danjen Kopassus, Pangdam Siliwangi dan sekarang Pangkostrad. Ia merupakan calon kuat KSAD dan 2014 diperkirakan sudah Panglima TNI. Jadi sangat wajar bila ia dicurigai sebagai calon alternatif diluar keluarga inti SBY.
Putra sulungnya  Kapten Inf. Agus Harimurti Yudoyono merupakan lulusan terbaik SMA Taruna Nusantara dan Akademi TNI AD Magelang kemudian menyelesaikan pendidikan Masternya di Nanyang University di Singapura,  serta menyelesaikan program Master in Public Administration di John F. Kennedy School of Government, Harvard University pada bulan Juni 2010. Jadi, melihat prestasi tersebut orang juga mulai memperhitungkannya untuk menjadi Capres pada masa yang akan datang.
DINASTI DI DAERAH
Praktek dinasti politik di Indonesia teryata tidak hanya di pusat, di daerah juga berkembang bak jamur di musim penghujan. Hal ini mungkin karena budaya kita yang sangat dipengaruhi oleh masa lalu sejarah yaitu pada jaman kerajaan dimana kekuasaan di pegang secara turun-temurun .
Selain itu setelah PNS, TNI dan POLRI dibatasi kesempatannya masuk partai,  walaupun tokohnya banyak yang berkualitas tetapi mereka tidak punya akses mencalonkan diri disamping tidak punya modal. Maka yang diuntungkan adalah tokoh informal yang dengan mudah pula mendapatkan kendaraan politik, karena kader partai juga jarang yang maju, maka ia bisa membeli kendaraan partai yang penting modalnya banyak.
Dan setelah duduk di kekuasaan dan merasa enak, apalagi ia punya akses kuat ke partai-partai, ia berkesempatan menyusun kekuatan, jaringan serta mengumpulkan modal maka periode selanjutnya sudah pasti ia pun maju lagi bahkan kalau ada kesempatan ia akan mendorong keluarganya yang lain untuk maju di daerah sekitarnya atau menggantikannya nanti setelah ia menyelesaikan periode keduanya. Akibatnya bisa ditebak, banyak posisi kepala daerah, anggota DPRD dan berbagai organisasi termasuk partai  banyak yang didominasi oleh sebuah keluarga.
Contohnya adalah :
-          Di Indramayu : Anna Sophannah menggantikan suaminya Irianto MS Syaifudin menjadi Bupati, anaknya ketua DPC Golkar dan anggota DPRD Jawa Barat.
-          Di Sulawesi Selatan : Sahrul Yasin Limpo jadi Gubernur, adiknya menjadi Bupati Goa dan keluarganya banyak yang duduk di DPR maupun DPRD.
-          Di Banten : Keluarga Besar Gubernur banyak yang menjadi kepala dan wakil kepala daerah serta posisi lainnya.
-          Di Kutai Kartanegara : Syaukani HR sang bapak menjadi bupati, anaknya jadi Ketua DPRD dan ketika bapaknya lengser akibat korupsi anaknya terpilih jadi Bupati.
-          Di Bantul : Ketika Bupati Idham Samawi sudah menyelesaikan periode kedua, istrinya menggantikannya sebagai bupati.
-          Di Kendal : Ketika Bupati Henry Boedoro tersangkut korupsi dan di penjara,Widya Kandi Susanti, istrinya mencalonkan diri dan terpilih menjadi Bupati.
-          Di Kediri : Ini lebih fenomenal, Bupati Sutrisno berakhir masa jabatan periode keduanya, dua istrinya mencalonkan diri dan dimenangkan oleh istri tertua yaitu Hariyanti.
-          Di Cilegon : Aat Syafaat selesai periode keduanya, sang anak Iman Ariadi terpilih menggantikannya sebagai Walikota.
-          Di Lampung : Syahrudin ZP sang bapak menjadi Gubernur dan anaknya Ryco Menoza terpilih menjadi Bupati Lampung Selatan.
-          Di Bali dan Jawa Timur : I Gede Winasa jadi Bupati Jembrana, istrinya menjadi Bupati Banyuwangi.
-          dan lainya.
Itulah fenomena yang ada di dunia dan Indonesia pada khususnya. Mungkin sekilas tidak masalah praktek dinasty ini karena memang dicapai lewat proses pemilu. Tetapi yang perlu dikaji adalah apakah pemilu itu dilaksanakan dengan jujur dan adil atau tidak. Kemudian juga apakah calon dari keluarga tersebut benar-benar mampu atau karena hanya menyandang nama besar keluarga dan terkesan dipaksakan. Selanjutnya pula apakah ia merupakan tokoh  terbaik di daerah itu atau jangan-jangan banyak tokoh yang jauh lebih mampu tetapi karena tidak punya akses dan modal maka ia tidak bisa mencalonkan diri.
Hal lainnya yang harus kita pikirkan adalah  bahwa Indonesia adalah milik kita bersama bukan milik perseorangan maupun keluarga, jadi siapapun berhak maju menjadi kepala negara, kepala daerah maupun posisi lainnya. Jangan sampai ada kesan bahwa Indonesia, atau suatu daerah hanya milik keluarga tertentu dan semua kekuasaan didominasi oleh keluarga tersebut.
Harapan kita adalah semoga ke depan pelaksanaan demokrasi di Indonesia semakin baik sehingga praktek dinasti ini tidak terlalu mencolok. Andaikan itu terjadi karena tokoh yang terpilih dari keluarga tersebut memang benar-benar pantas dan mampu serta terpilih secara demokratis.*** (Diolah dari berbagai sumber)

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda